
Jakarta, pjhi.news – Kementerian Desa PDT menyelenggarakan Training of Trainers (ToT) Percepatan Penurunan Stunting di dua lokasi sekaligus, yaitu AIHO Hotel Medan untuk Provinsi Sumatera Utara dan Harris Hotel Pontianak untuk Provinsi Kalimantan Barat.
Direktur PSBLDP, Andey Ihsan Lubis sebagai pelaksana kegiatan ini menjelaskan bahwa Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Indonesia terus menurun dari 27,67% pada tahun 2019 menjadi 21,5% pada 2022, hingga 19,8% pada 2024. Meski tren ini menggembirakan, angka tersebut masih setara dengan lebih dari 4,4 juta balita dan masih berada di atas target nasional 14% pada 2024, Senin 21/9/2025.
“Kita lihat survei status gizi nasional, prevalensi stunting nya terus menurun dari 27,67% pada tahun 2019 menjadi 21,5% pada 2022, hingga 19,8% pada 2024, meskipun angkanya menurun, tapi kita harus terus tekan hingga negara kita bebas dari stunting”,pungkas Andrey.
Direktur Pengembangan Sosial Budaya dan Lingkungan Desa dan Perdesaan, dalam sambutannya menyampaikan bahwa percepatan penanganan stunting membutuhkan kolaborasi lintas sektor.
“Dinas PMD, Dinas Kesehatan, Bappeda, dan Dinas KB harus melihat persoalan dan treatment apa saja yang harus dilakukan. Harus ada satu objek yang disasar, dan lainnya menjadi objek pendukung,” tegasnya.
Melalui Program Investing in Nutrition and Early Years (INEY) yang didukung hibah Bank Dunia sejak 2021, pemerintah mengakselerasi penurunan stunting dengan tiga pilar utama: (1) dukungan pendanaan untuk keberlanjutan kegiatan pencegahan stunting, (2) fasilitasi konvergensi layanan kesehatan, gizi, dan perlindungan sosial, serta (3) penguatan stakeholder melalui koordinasi erat antara puskesmas, KUA, pendamping desa, dan unsur fungsional lainnya.
Untuk mendukung program tersebut, pemerintah mengembangkan aplikasi electronic Human Development Worker (eHDW) yang membantu Kader Pembangunan Manusia (KPM) dalam pendataan, pemantauan, dan validasi data sasaran stunting di desa. Output berupa Scorecard Desa menjadi acuan penting dalam pengambilan keputusan berbasis data.
ToT ini juga merupakan tindak lanjut dari kegiatan Master of Trainer (MoT) di tingkat pusat pada awal September 2025. Nantinya, fasilitator daerah hasil ToT akan melatih KPM, kader Posyandu, dan Tim Pendamping Keluarga (TPK) di wilayah masing-masing, sehingga kualitas pendampingan di desa semakin kuat dan terarah.
Selain fokus pada isu stunting, penggunaan Dana Desa 2025 juga diarahkan untuk prioritas pembangunan lainnya, seperti penguatan ketahanan pangan, penanganan kemiskinan ekstrem, adaptasi perubahan iklim, perluasan layanan kesehatan dasar, serta percepatan Desa Digital. Dengan demikian, ToT ini tidak hanya memperkuat kapasitas pengajar daerah, tetapi juga menjadi bagian dari strategi besar pembangunan desa yang berkelanjutan.
Penulis *
